Bisa dikatakan Jurang Pulosari adalah contoh dari sebuah tempat terselinap yang lantas
ramai dikunjungi akibat media sosial. Karena ‘kemurahan hati’ para pengunggah foto di instagram, facebook, twitter dan sebagainya, tempat yang awalnya hanya sebagai kolam mandi warga setempat pun bisa dikunjungi oleh khalayak ramai. Bingkai wisata di sana akhirnya bergeliat yang kemudian kelompok masyarakat desa mengelolanya sebagai pariwisata desa.
Saya berkunjung pada sebuah hari cerah ke Jurang Pulosari yang terletak di ujung dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kec. Pajangan, Bantul. Sesungguhnya daerah Krebet telah dikenal luas sebagai sentra kerajinan kayu dan batik di Yogyakarta. Keberadaan jurang yang dialiri air sehingga pantas disebut air terjun ini melengkapi khasanah alam dari kampung yang telah ditahbiskan sebagai desa wisata Krebet.
Jika menginginkan ketinggian, air terjun yang mengucur setinggi 5 meter ini bukanlah pelampiasannya. Namun, jika mendamba kesegaran, saya rasa tempat ini sanggup memenuhi kebutuhan tersebut. Air jatuh pada tebing yang berongga sebagai sebuah tirai stalagtit lantas menimpa kolam hijau menyegarkan. Dikelilingi asrinya alam yang masih terjaga membuat sepenggal waktu di Jurang Pulosari sangat bermakna untuk relaksasi kehidupan.
“Dalam sehari yang datang kesini tidak bisa berhenti. Tidak hari libur atau hari biasa. Ada saja yang datang, dari jam 6 pagi hingga jelang maghrib.” ungkap ibu penjual air legen.
Keramaian Jurang Pulosari adalah berkah bagi ibu yang tak mau diminta namanya ini. Pada terik siang yang terus digelontorkan pengunjung bertebaran, saya pun lebih menikmati Jurang Pulosari dengan kesegaran segelas legen yang dihargai Rp 2.500. Begitu murah meriah. Saya pikir, sepatutnya sebuah daerah ‘mblushuk’ yang jadi ramai gegara medsos ini punya hak untuk membuat kegiatan ekonomi warganya berkembang.
Coba setiap pengunjung datang ke lokasi tak sekedar asyik hanya menjepret dirinya dan momen selfie bersama kawannya lalu menggunggah ke media sosial untuk lantas dikomentar kawannya lain. “Wow keren, dimana itu? Aku mau kesana ah” Coba juga setiap pengunjung turut membelanjakan receh uangnya untuk membeli jajan minuman dan makanan di lapak-lapak warga di Jurang Pulosari. Tidakkah itu bagus? Bagus bisa berbagi kebahagiaan dan mengkonversinya jadi pendapatan bagi warga setempat.
Namun, saya lihat nyatanya banyak pengunjung telah membawa tas kresek beserta isinya berlabel dari salah satu waralaba minimarket. Pasti mereka telah membawa bekal untuk dinikmati di Jurang Pulosari. Anggap mereka mungkin tak perlu lagi jajan di lokasi wisata karena sudah ada bekal dari rumah, eh dari toko lebih tepatnya. Ketika telah habis bekalnya, tak sedikit yang sampahnya yang dibuang sembarangan.
Oh.. Ya beginilah kadang yang membuat saya sedih. Datang ke lokasi bagus dimana telah banyak warga mencari rejeki dari geliat wisata, namun masih banyak pengunjung yang ‘pelit’ mengalirkan uangnya. Datang karena lihat dari media sosial lalu sebagai bukti eksistensi, mereka dengan ekspresifnya berselfie dan kemudian diupload di akun pribadinya di media sosial. Setelah itu, ya sudah. Semacam tak perlu ‘berinteraksi’ dengan warga yang mencari peruntungan dari makin dikenalnya ‘tempat wisata’ ini. Di situ, kadang saya merasa sedih…
Catatan:
- Jurang Pulosari bisa diakses dari Yogyakarta dan Bantul dengan terlebih dulu menuju Kampung Krebet, Sendangsari, Kec. Pajangan. Jalan sudah aspal. Kemudian di Krebet sudah tersedia papan petunjuk Jurang Pulosari.
- Lokasi Jurang Pulosari bisa dicari pada titik koordinat GPS -> -7.860925, 110.287192
Dokumentasi Foto : Harjono